Panglima Abio adalah gambar hidup ayahku

PERTAMA

Seperti ingin segera mengungkapkan rindu, aku bersama teman-teman segera menempuh perjalan panjang untuk menuju ke rumah Panglima Abio.

Panglima Abio adalah seorang pejuang di Kalimantan Barat. Ia memiliki keberanian yang sangat luar biasa pada saat perang pada masa konfrontasi dengan Malaysia dan saat Indonesia menghadapi Parako (Partai Komunis China di perbatasan Serawak). Panglima Abio bertugas di sekitar Entikong sampai Suruh Tembawang.

Sebagai veteran, rupanya tak lagi mendapat pensiun.

Namun, sebagai ”pahlawan”, sebagai teladan yang sejak muda mengobarkan nasionalisme, keadaan sepahit apapun dalam kenyataan hidup, ia tak pernah mengeluh. Bekas Kepala Desa Punti Tapou—saat ia muda—itu tak mengeluh untuk dirinya sendiri. ”Buat apa meminta. Rasanya Ema (Kakek) malu,” katanya. Ia selalu tertawa menghadapi kesulitan apapun, dengan wajahnya yang selalu memerah dipenuhi kebahagiaan.

Desa Punti Tapao, Kecamatan Entikong, Kalimantan Barat, dimana Panglima Abio tinggal, adalah sebuah kampung yang dipenuhi babi, anjing, dan ayam yang berkeliaran di jalan-jalan, dengan prasarana desa yang jauh di bawah standar. Menuju ke sana, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki turun-naik gunung terjal, melewati jembatan yang hampir runtuh.

Saat bertemu dengannya, aku hampir menangis. Wajah dan senyumnya, mengingatkan seorang lelaki yang telah meninggal sepuluh tahun lalu, tanpa sepengetahuanku. Ayahku.

No comments:

Post a Comment