Http://lintangs.blogspot.com
Bahasa yang dipergunakan tanpa mempertaruhkan diri ialah bahasa yang merupakan langkah termudah untuk diduga. Sebuah bahasa otomatis bukan saja mencerminkan kebekuan berpikir dan mati, ia juga menyebabkan kebekuan itu. Kita beruntung memiliki sebuah sastra yang sanggup mencairkan kebekuan itu.salam sastra...
Google Search
Panglima Abio adalah gambar hidup ayahku

Seperti ingin segera mengungkapkan rindu, aku bersama teman-teman segera menempuh perjalan panjang untuk menuju ke rumah Panglima Abio.
Panglima Abio adalah seorang pejuang di Kalimantan Barat. Ia memiliki keberanian yang sangat luar biasa pada saat perang pada masa konfrontasi dengan Malaysia dan saat Indonesia menghadapi Parako (Partai Komunis China di perbatasan Serawak). Panglima Abio bertugas di sekitar Entikong sampai Suruh Tembawang.
Sebagai veteran, rupanya tak lagi mendapat pensiun.
Namun, sebagai ”pahlawan”, sebagai teladan yang sejak muda mengobarkan nasionalisme, keadaan sepahit apapun dalam kenyataan hidup, ia tak pernah mengeluh. Bekas Kepala Desa Punti Tapou—saat ia muda—itu tak mengeluh untuk dirinya sendiri. ”Buat apa meminta. Rasanya Ema (Kakek) malu,” katanya. Ia selalu tertawa menghadapi kesulitan apapun, dengan wajahnya yang selalu memerah dipenuhi kebahagiaan.
Desa Punti Tapao, Kecamatan Entikong, Kalimantan Barat, dimana Panglima Abio tinggal, adalah sebuah kampung yang dipenuhi babi, anjing, dan ayam yang berkeliaran di jalan-jalan, dengan prasarana desa yang jauh di bawah standar. Menuju ke sana, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki turun-naik gunung terjal, melewati jembatan yang hampir runtuh.
Saat bertemu dengannya, aku hampir menangis. Wajah dan senyumnya, mengingatkan seorang lelaki yang telah meninggal sepuluh tahun lalu, tanpa sepengetahuanku. Ayahku.
SEPATU LADANGKU BUATAN MALAYSIA

Sepanjang perjalan menuju ke rumah Panglima Abio, tanganku tak pernah lepas dari genggaman Mbak Cahya. Kami saling bergandengan, dan selalu mencari dataran jalan yang di tumbuhi rerumputan, agar tak tergelincir, karena sepanjang jalan sangat licin, akibat hujan yang mengguyur deras.
Namun, pemandangan yang mempesona di sekitarku seperti memberi semangat agar aku dapat meneruskan perjalanan.
Di sebuah warung, kami berhenti, dan aku membeli sepatu ladang, seperti yang di sarankan oleh banyak orang. Saat ngobrol di warung itu, diam-diam aku mencatat rak toko itu penuh dengan barang produksi Malaysia. Elpiji dalam tabung warna hijau-coklat ukuran 15 kilogram, air mineral, gula pasir, sepatu bot karet, berjenis minuman kaleng, sampai bir. Bahkan, helm motor dan sepatu ladang yang telah kupakai adalah buatan Malaysia.

Subscribe to:
Posts (Atom)